.quickedit{ display:none; }

Minggu, 02 September 2018

BIRTHDAY TRIP [PART III: BETWEEN ZONK AND PARADISE]

Saat sedang jalan-jalan di Manila, beberapa orang yang tahu saya akan “mantai” di Boracay memperingatkan bahwa pulau itu “mungkin” di tutup selama beberapa waktu untuk restorasi besar-besaran. Isu penutupan itu hangat bergulir di Filipina karena over-tourism dianggap telah membuat Boracay “rusak”. Yah terus gimana dong...?

Syukurnya saya sampai juga di Boracay dengan aman sentausa. Perjalanan dari Manila mulai dari penerbangan, transfer dari bandara Kalibo termasuk penyeberangan dengan perahu ke Caticlan Jetty hingga diantar ke hotel dengan bajaj (*lol) berjalan dengan lancar. Pulau memang akan ditutup, tapi belum ditetapkan  kapan pastinya. Gile aje kalau tutup nggak ngasih tau turis! Wong dari sejak saya pesen tiket pesawat dan booking hotel nggak ada informasi kok kalau pulau bakal ditutup. Yang ada malah Boracay itu tetap aja ruame banget sama turis asing. Lucunya, saya malah berasa kayak lagi berada di China, Korea atau Jepang saking banyaknya turis-turis dari negara-negara itu. Fyi, Boracay memang jadi destinasi wisata tropis favorit untuk negara-negara Asia Timur tersebut terlebih untuk winter escape-nya mereka. Soalnya Boracay relatif dekat dengan harga yang terjangkau sampai-sampai bandara Kalibo yang seupil gitu melayani banyak penerbangan ke kota-kota primer dan sekunder negara Asia Timur. Canggih juga.

Lantas segimana banget sih daya tarik Boracay sampai membuat turis berbondong-bodong tumplek blek on this tiny little island? Well, this is my highlight. Saya nyampe di Boracay sudah malam jadi saya belum bisa melihat keelokan pantainya di hari pertama. However, kesan pertama yang saya dapatkan mengenai neighbourhood-nya Boracay adalah, buluk dan bapuk! Agak kuciwa sih. Why..oh..why? Gini ya, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, the sense of over-tourism itu memang kerasa di Boracay and this brings problems. Tapi, saya pikir penyebabnya simply karena  pemerintah dan masyarakat setempat juga tidak siap untuk “keeping pace” with booming industri pariwisatanya yang berderap cepat. Intinya tidak mampu “ngegas” untuk menyelaraskan diri. Hasilnya bisa dilihat secara kasat mata. Infrastruktur di Boracay nggak tertata dengan rapih. Jalanan, trotoar, gedung dan sistem transportasi tampak dibangun seadanya dan terkesan kumuh dan semrawut. Ironis sekali karena hal ini sangat kontras dengan reputasi Boracay sebagai salah satu destinasi wisata dengan pantai terindah di dunia. Well, ya udahlah ya, itukan infrastruktur penyokongnya. Terus pantainya sendiri kek mana?

Anyway, keesokan paginya saya bergegas ke pantai setelah sarapan pagi yang lezat di hotel. Kebetulan hotel saya terletak cukup dekat dengan bibir pantai, cuma butuh sekitar 2 menit jalan kaki. Oh iya, pantai utama Boracay berada di sepanjang satu garis yang dibagi ke dalam 3 zona dengan sebutan station 1, 2, dan 3. Lalu ada beberapa pantai lain yang terpisah di sekililing pulau but you need extra effort to get there.  And this is it, begitu nyampe di pantai, saya melongo melihat air laut yaaaannng....... butek! Itu kenapa ijo-ijo kayak lumut??? Saya coba mendekat untuk memastikan. Ternyata semacam ganggang dan agak berlendir. Hoalaahh.... kuciwa 2.0! Kok kek gini ya? Apa ganggangnya kebawa air pasang apa gimana? Nggak ngerti juga sih. Lah terus gue gimana dong? Jauh-jauh ke Boracay kok ya dapetnya ZONK?! Praktis hari itu nyaris nggak ada orang yang cebar-cebur di pantai. Hiks...syedih. Baelah,  untuk mengisi hari, tadinya saya mau ikut island hopping aja. Tapi di jam segitu kayaknya saya sudah telat daftar soalnya saya lihat orang-orang sudah mulai naik ke kapal. Lagian biayanya juga nggak murah. Jadilah saya berkeliling area station 1 dan 2 saja untuk cuci mata dan mencari makan siang sebelum akhirnya kembali ke hotel untuk boboci. Kebetulan hari itu cuacanya mendung dan hujan jadi nggak nyesel juga sih nggak jadi ambil paket island hopping di tengah cuaca yang kurang kondusif.
Ande-ande lumut. Silakan berenang.
 
Tampak orang nyebrang mau naik kapal untuk island hopping.



Di hari berikutnya, cuaca sudah mendingan meski masih agak berawan. Dan....tereng...teng.... surprise...lautnya sudah bersiiihhh! Ijo-ijo lumut kemaren sudah berganti menjadi biru toska jernih. Masyaallah.....indah banget! Mata saya sampai berkaca-kaca menyaksikan keindahan alam lukisan Tuhan ini. Bibir saya nggak henti-hentinya mengucap syukur. Harus saya akui, Boracay adalah pantai terbaik yang pernah saya kunjungi sejauh ini. Next time kalau saya ada kesempatan balik lagi ke Boracay, saya pengen stay lebih lama, nginep di hotel yang langsung ngadep pantai dan ikut island hopping. Tentunya dengan harapan kondisi infrastruktur yang lebih baik, lebih rapih, dan lebih bersih daripada sekarang. Amin.


Nah, udah bersih. Cakep banget kan?


Masyaallah, I just can't get enough of this. Ini pantai emang lagi syantik-syantiknya.

Make a toss to paradise.



Kira-kira sebulan setelah saya kembali ke Indonesia, tersiar kabar bahwa akhirnya Boracay benar-benar ditutup selama enam bulan ke depan untuk restorasi total. Syukurlah. Tamat.