Di musim panas tahun 2016, salah satu moda transportasi-nya PTV (Public Transport Victoria) yakni V-Line (kereta dengan rute jarak jauh) sempat mengalami disruption (gangguan jaringan) selama beberapa hari. Sebagai bentuk permintaan maaf, perusahaan menggratiskan seluruh perjalanan yang di-cover rute V-line ini, tentunya setelah jaringan kembali berjalan normal. And this is the shocking part, gratisnya bukan cuma sehari, tapi sebulan! Gilak!
Jadilah
saya dan teman-teman sesama awardee dari berbagai kampus di Melbourne merencanakan
day trip ke dua kota di akhir pekan, yakni Bendigo dan Ballarat. Kebetulan saat
itu perkuliahan belum aktif jadi kami belum ada kesibukan yang berarti. Hari
pertama (Sabtu) kamu mengunjungi Bendigo sedangkan Minggu-nya giliran Ballarat.
Bendigo dan Ballarat adalah dua kota yang cukup populer sebagai tujuan berlibur
singkat dari Melbourne. Daya tarik kedua kota ini terletak pada sejarah tambang
emasnya, yang meskipun sekarang sudah tidak beroperasi lagi, tapi masih bisa
disaksikan karena telah ditransformasi menjadi objek wisata. Bendigo terletak
132 km di sebelah Barat Laut kota Melbourne dengan jarak tempuh dengan kereta
kira-kira 2 jam sedangkan Ballarat berada 116 km di bagian Barat dengan jarak
tempuh kira-kira 1,5 jam.
Kami berangkat sekitar pukul 7 pagi dari Southern Cross
Terminal. Dalam perjalanan menuju Bendigo inilah untuk pertama kalinya saya
menyaksikan pemandangan khas peternakan Australia berupa lahan-lahan
pengembalaan domba, sapi dan kuda yang sangat luas. Bukit-bukit landai ditutupi
oleh hamparan rumput yang tampak dirawat dengan sangat telaten. Berhubung saat
itu sudah pertengahan musim panas, rumput di padang pengembalaannya sudah mulai
tampak menguning, tidak lagi hijau segar seperti di layar desktop. Lol. Baru
pertama kali itu pula saya melihat domba Merino secara langsung, domba gendut
berbulu putih yang bulunya untuk dijadikan wool. Spontan terngiang-ngiang di
benak ini lagu “Australia negeri wool, katanya...katanya...”. Emang iya dodol!
Lalu ada sapi jenis Angus, yang sesuai namanya, warna seluruh tubuhnyanya hitam
pekat. Eh..., ini nggak ada hubungannya dengan namanya keleus! Emang nama
Inggrisnya Angus dan kebetulan warnanya hitam. Wkwkwk.... Biasanya daging Angus
ini dijadiin burger yang harganya lebih mahal dari burger biasa.
Di Bendigo, kami nggak ngapa-ngapain sebenarnya. Hanya
keliling kotanya dengan berjalan jalan kaki, makan siang di resto Arab/Turkish,
udah, pulang. Highlight trip ke Bendigo seperti naik tram tua dan mengujungi
gold mine tidak kami lakukan. Walaupun sempat juga ke art gallery (gratis),
naik menara tua dan taman di tengah kotanya, bagi kami perjalanan ke Bendigo
ini tidak terlalu berkesan. Untungnya sih rame-rame, jadi keseruannya terletak
di situ. Selain karena minim persiapan harus ngapain selama di Bendigo, cuaca
hari itu juga sangat terik. Memang pada hari itu ternyata sedang ada gelombang
panas hingga 40 derajat Celcius, jadinya memang malas ngapa-ngapain. Yang
membuat saya takjub dengan Bendigo (dan juga Ballarat) adalah fakta bahwa kedua
kota ini dipenuhi dengan bangunan tua nan mevvah bergaya Eropa yang telah
berdiri sejak abad 19 dan masih terawat dengan baik. So, berada di kota kecil
yang elegant dan tenang ini memberikan pengalaman yang belum pernah saya
rasakan sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa ditemukannya emas di tahun 1851
memang membawa kemakmuran untuk kota ini dan negara bagian Victoria pada
umumnya. Bersambung.
Panas yes |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar