Saat sedang jalan-jalan di Manila, beberapa orang yang tahu saya akan “mantai” di Boracay memperingatkan bahwa pulau itu “mungkin” di tutup selama beberapa waktu untuk restorasi besar-besaran. Isu penutupan itu hangat bergulir di Filipina karena over-tourism dianggap telah membuat Boracay “rusak”. Yah terus gimana dong...?
Syukurnya saya sampai juga
di Boracay dengan aman sentausa. Perjalanan dari Manila mulai dari penerbangan,
transfer dari bandara Kalibo termasuk penyeberangan dengan perahu ke Caticlan
Jetty hingga diantar ke hotel dengan bajaj (*lol) berjalan dengan lancar. Pulau
memang akan ditutup, tapi belum ditetapkan kapan pastinya. Gile aje kalau tutup nggak
ngasih tau turis! Wong dari sejak saya pesen tiket pesawat dan booking hotel nggak
ada informasi kok kalau pulau bakal ditutup. Yang ada malah Boracay itu tetap
aja ruame banget sama turis asing. Lucunya, saya malah berasa kayak lagi berada
di China, Korea atau Jepang saking banyaknya turis-turis dari negara-negara
itu. Fyi, Boracay memang jadi destinasi wisata tropis favorit untuk negara-negara
Asia Timur tersebut terlebih untuk winter escape-nya mereka. Soalnya Boracay
relatif dekat dengan harga yang terjangkau sampai-sampai bandara Kalibo yang
seupil gitu melayani banyak penerbangan ke kota-kota primer dan sekunder negara
Asia Timur. Canggih juga.
Lantas segimana banget sih
daya tarik Boracay sampai membuat turis berbondong-bodong tumplek blek on this
tiny little island? Well, this is my highlight. Saya nyampe di Boracay sudah
malam jadi saya belum bisa melihat keelokan pantainya di hari pertama. However,
kesan pertama yang saya dapatkan mengenai neighbourhood-nya Boracay adalah, buluk dan bapuk! Agak kuciwa sih.
Why..oh..why? Gini ya, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, the sense of
over-tourism itu memang kerasa di Boracay and this brings problems. Tapi, saya
pikir penyebabnya simply karena pemerintah dan masyarakat setempat juga tidak
siap untuk “keeping pace” with booming industri pariwisatanya yang berderap
cepat. Intinya tidak mampu “ngegas” untuk menyelaraskan diri. Hasilnya bisa
dilihat secara kasat mata. Infrastruktur di Boracay nggak tertata dengan rapih.
Jalanan, trotoar, gedung dan sistem transportasi tampak dibangun seadanya dan
terkesan kumuh dan semrawut. Ironis sekali karena hal ini sangat kontras dengan
reputasi Boracay sebagai salah satu destinasi wisata dengan pantai terindah di
dunia. Well, ya udahlah ya, itukan infrastruktur penyokongnya. Terus pantainya
sendiri kek mana?
Anyway, keesokan paginya saya
bergegas ke pantai setelah sarapan pagi yang lezat di hotel. Kebetulan hotel
saya terletak cukup dekat dengan bibir pantai, cuma butuh sekitar 2 menit jalan
kaki. Oh iya, pantai utama Boracay berada di sepanjang satu garis yang dibagi ke
dalam 3 zona dengan sebutan station 1, 2, dan 3. Lalu ada beberapa pantai lain
yang terpisah di sekililing pulau but you need extra effort to get there. And this is it, begitu nyampe di pantai, saya
melongo melihat air laut yaaaannng....... butek! Itu kenapa ijo-ijo kayak lumut???
Saya coba mendekat untuk memastikan. Ternyata semacam ganggang dan agak
berlendir. Hoalaahh.... kuciwa 2.0! Kok kek gini ya? Apa ganggangnya kebawa air
pasang apa gimana? Nggak ngerti juga sih. Lah terus gue gimana dong? Jauh-jauh
ke Boracay kok ya dapetnya ZONK?! Praktis hari itu nyaris nggak ada orang yang
cebar-cebur di pantai. Hiks...syedih. Baelah, untuk mengisi hari, tadinya saya mau ikut
island hopping aja. Tapi di jam segitu kayaknya saya sudah telat daftar soalnya
saya lihat orang-orang sudah mulai naik ke kapal. Lagian biayanya juga nggak
murah. Jadilah saya berkeliling area station 1 dan 2 saja untuk cuci mata dan
mencari makan siang sebelum akhirnya kembali ke hotel untuk boboci. Kebetulan
hari itu cuacanya mendung dan hujan jadi nggak nyesel juga sih nggak jadi ambil
paket island hopping di tengah cuaca yang kurang kondusif.
Ande-ande lumut. Silakan berenang. |
Di hari berikutnya, cuaca sudah
mendingan meski masih agak berawan. Dan....tereng...teng.... surprise...lautnya
sudah bersiiihhh! Ijo-ijo lumut kemaren sudah berganti menjadi biru toska
jernih. Masyaallah.....indah banget! Mata saya sampai berkaca-kaca menyaksikan
keindahan alam lukisan Tuhan ini. Bibir saya nggak henti-hentinya mengucap
syukur. Harus saya akui, Boracay adalah pantai terbaik yang pernah saya
kunjungi sejauh ini. Next time kalau saya ada kesempatan balik lagi ke Boracay,
saya pengen stay lebih lama, nginep di hotel yang langsung ngadep pantai dan ikut
island hopping. Tentunya dengan harapan kondisi infrastruktur yang lebih baik,
lebih rapih, dan lebih bersih daripada sekarang. Amin.
Nah, udah bersih. Cakep banget kan? |
Masyaallah, I just can't get enough of this. Ini pantai emang lagi syantik-syantiknya. |
Make a toss to paradise. |
Kira-kira sebulan setelah
saya kembali ke Indonesia, tersiar kabar bahwa akhirnya Boracay benar-benar ditutup
selama enam bulan ke depan untuk restorasi total. Syukurlah. Tamat.